Senin, 24 September 2012

PANITIA PESTA JUBELEIUM 80 TAHUN HKI PATANE



Dalam rangka menyambut usianya yang ke 80 Tahun pada tahun 2013, maka sebagai rasa syukur kepada Kristus sebagai Kepala Gereja akan diwujudkan melalui Pesta Jubeleium 80 tahun HKI Patane. Sehubungan dengan itu, demi lancarnya kegiatan perlu dibentuk Panitia Pesta Jubeleium yang susunannya sebagai berikut:

Penasehat:  Pdt. DR. Langsung Sitorus, M.Th              (Ephorus HKI)
                     Pdt. M.P. Hutabarat,S.Th, MM                   (Sekjend  HKI)
                     Pdt. M.T. Aruan, S.Th                                  (Praeses HKI Daerah III)
                     Pdt. R. Br. Sianturi, S.Th                             (Pendeta Ressort)

Ketua Umum            : Drs. Hulman Sitorus, MM
Ketua I                       : Binsar Rajagukguk
Ketua II                     : St. T. Manurung

Sekretaris Umum : CSt. Patuan Manurung, S.Pd, M.Pd
Wakil Sekretaris      : St. Baktiar Manurung, S.P
Bendahara              : Ronald Sirait, SE
W. Bendahara          :  St. J. Manurung

Seksi - Seksi
Seksi Sejarah : - H. Sitorus                                       - M. Manurung
                            - St. S. Manurung                             - St. Tom Butarbutar
                            - St. H. br Manurung                        - Op. Batara br Silaban
Seksi Acara :
  1.  Ny. St. D.Siagian M br Sihite
  2. A. Amanda Sinurat
  3. T. Manurung
  4. Guru - guru Sekolah Minggu
Seksi Ibadah :
  1. Pdt. R. br Sianturi, S.Th
  2. CPdt. Daniel Sitorus, S.Th
Seksi Dana:
  1. St. J. Nadeak                        ( Koordinator)
  2. B. Butarbutar
  3. G. Sinaga
  4. M. Butarbutar
  5. Parulian Sirait
  6. Ny. M.Marbun br Sianipar
  7. P. Butarbutar
  8. E. Manurung
  9. St. R. Doloksaribu
  10. T. Sirait
  11. M.Lumbantoruan
  12. Jhonson Sinaga
  13. T. Sibuea
Seksi Dana Sian Pangaranto :
  1. St. Parian Sitorus        ( Koordinator)              ( Jakarta)
  2. Ir. Edward Sitorus                                              ( Medan )
  3. Ir. Torang Sitorus                                               ( Medan )
  4. Prof. DR. Monang Sitorus, SE                         ( Medan )
  5. Ir. Mangaliat Manurung                                     ( Medan )
  6. Afner Siahaan                                                     ( Riau )
  7. Pdt. Efendi Nadeak, S.Th                                   ( Batam )
  8. Tumpal Sitorus                                                   ( Batam )
  9. Ramses Sitorus                                                  ( Kalimantan /Ketapang)
  10. Haposan Sitorus                                                 ( Pontianak )
  11. Poltak Sitorus, SH                                             ( Tanggerang )
  12. Drs. Loas Sitorus                                               ( Irian / Wawena )
  13. Ricardo Sirait, S.Si                                            ( Pekanbaru )
  14. Ir. Togar Sitorus                                                 ( Jakarta )
  15. Polin Sitorus                                                      ( Jakarta )
  16. Rosmaida br Sitorus                                          ( Jakarta )
  17. Lintong Silalahi                                                 ( Cimahi, Jakarta )
  18. Rudy Butarbutar                                                ( Batam )
  19. Ir. Kaminton Hutasoit                                       ( Humbahas )
  20. Drs. Thomson Hutasoit                                    ( Humbahas )
  21. St. L. Tarihoran, SE                                           ( Bekasi )
  22. Drs. Firman Tarihoran                                      ( Jakarta )
  23. dr. Juli Sitorus                                                   ( Batam )
  24. dr. Ruth Sitorus                                                 ( Jakarta )
  25. dr. Butarbutar                                                     ( Kalimantan )
  26. Bangun Pandiangan                                           ( Palembang )
Seksi Tempat dan Dekorasi :     
  1. S. Butarbutar            ( Koordinator)
  2. St. S. Aritonang
  3. St. D. Siagian
  4. PW
  5. PNB
  6. Ny. Siagian br Rajagukguk
  7. Nai Baktiar br Tambunan
  8. Anto Doloksaribu
Seksi Komsumsi :
  1. St. R. br Regar                 ( Koordinator )
  2. Koor Efrata
  3. Koor Mannen
  4. E. br Nainggolan
  5. Jemaat Sektor I
Seksi Tamu :
  1. Ny. St. T. Manurung D br Siahaan     ( Koordinator)
  2. Ny. Sinurat br Napitupulu
  3. Ny. B. Simangunsong br Pakpahan
  4. Ny. Simangunsong br Hutahaean
  5. Ny, CSt. P.Manurung N br Tanggang
  6. Ny. S. Aceh (+) R. br  Silaban
  7. Ny. T. Manurung br Marpaung
  8. PNB
Seksi Keamanan :
  1. AKP. M. Nainggolan ( Kapolsek Porsea)   ( Koordinator)
  2. St. J. Manurung
  3. PNB
  4. St. J.P. Manurung
  5. St. M. Manurung
Seksi Kesehatan :
  1. Ny. H. Sitorus S br Pasaribu              ( Koordinator)
  2. Ny. St. J.P. Manurung M. br Butarbutar
  3. Ny. R. Sirait br Simanjuntak
  4. Ny. T. Sirait P. br Sitorus
  5. Ny. B. Sitorus br Simorangkir
Seksi Humas :
  1. M. Sitorus           (   Koodinator)
  2. Semua Parhalado
Seksi Dokumentasi :
  1. Berman Sitorus, S.Pd
  2. James Doloksaribu
Seksi Hiburan :
  1. Ny. Sirait R. br Doloksaribu
  2. Guru Sekolah Minggu
Seksi Lelang :
  1. Ch. Marpaung
  2. M. Sitorus
  3. St. J. P. Manurung
Ditetapkan di    : Patane Porsea
Pada Tanggal    : 16 September 2012

PIMPINAN RESSORT PATANE
HURIA KRISTEN INDONESIA



Pdt. R. Br. Sianturi, S.Th
      
readmore »»  

ACARA PARHEHEON PNB HKI SE DAERAH III TOBASA

ACARA PARHEHEON PNB HKI SE DAERAH III TOBASA

Menyambut Pucuk Pimpinan HKI dalam acara Parheheon dan pegelaran seni dan budaya PNB HKI se Daerah III Tobasa.







readmore »»  

Senin, 03 September 2012

Kugendong Engkau Sampai Ajal Tiba

Tiba-tiba aku tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Kata-kata rasanya berat keluar dari mulutku. Akan tetapi aku harus membiarkan istriku mengetahui apa yang sedang kupikirkan. Aku ingin sebuah perceraian diantara kami. Aku lalu memberanikan diri untuk membicarakannya dengan tenang. Nampaknya dia tidak terganggu sama sekali dengan pembicaraanku, dia malah balik dan bertanya kepadaku dengan tenang, tapi mengapa?
Aku menolak menjawabnya. Ini membuatnya sungguh marah kepadaku. Dia membuangchoptiks di tangannya dan mulai berteriak kepadaku, “engkau bukan seorang laki-laki sejati.” Malam itu kami tidak saling bertegur sapa. Dia terus menangis dan menangis. Aku tahu bahwa dia ingin mengetahui alasan dibalik keinginanku untuk bercerai. Tetapi aku dapat memberinya sebuah jawaban yang memuaskan; “Dia telah menyebabkan kasih sayangku hilang terhadap Jane (wanita simpananku). Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya kasihan kepadanya.”

Dengan sebuah rasa bersalah yang dalam, aku membuat sebuah pernyataan persetujuan untuk bercerai bahwa dia dapat memiliki rumah kami, mobil dan 30% dari keuntungan perusahaan kami. Dia sungguh marah, merobek kertas itu. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya bersamaku kini telah menjadi orang asing di rumah kami, khususnya di hatiku. Aku meminta maaf untuknya, untuk waktunya yang telah terbuang selama 10 tahun bersamaku, untuk semua usaha dan energy yang diberikan kepadaku tapi aku tidak dapat menarik kembali apa yang telah kukatakan kepada Jane bahwa aku sungguh mencintainya. Akhirnya dia menangis dengan suara keras di hadapanku yang mana Aku sendiri berharap melihat terjadi padanya. Bagiku tangisannya tidak mempunyai makna apa-apa. Keinginanku untuk bercerai di hati dan pikiranku telah bulat dan aku harus melakukannya saat itu.
Hari berikutnya, ketika saya kembali ke rumah sedikit larut kutemukan dia sedang menulis sesuatu di atas meja di ruang tidur kami. Aku tidak makan malam tapi langsung pergi tidur karena rasa ngantuk yang tak tertahankan akibat rasa capai sesudah seharian bertemu dengan Jane, wanita idamanku saat itu. Ketika terbangun kulihat dia masih duduk di samping meja itu sambil melanjutkan tulisannya. Aku tidak menghiraukannya dan kembali meneruskan tidurku.
Pagi harinya dia menyerahkan syarat-syarat perceraian yang telah ditulisnya sejak semalam kepadaku; Dia tidak menginginkan sesuatupun dariku, tetapi hanya membutuhkan waktu sebulan sebelum percerain untuk saling memperlakukan sebagai suami-istri dalam arti sebenarnya. Dia memintaku dalam sebulan itu kami berdua harus berjuang untuk hidup normal layaknya suami-istri. Alasannya sangat sederhana; “Putra kami akan menjalani ujian dalam bulan itu sehingga dia tidak ingin mengganggunya dengan rencana perceraian kami.”
Aku menyetujui syarat-syarat yang dia berikan. Akan tetapi dia juga meminta beberapa syarat tambahan sebagai berikut; Dalam rentang waktu sebulan itu, aku harus mengingat kembali bagaimana pada permulaan pernikahan kami, aku harus menggendongnya sambil mengenang kembali saat pesta pernikahan kami. Dia memintaku untuk menggendongnya selama sebulan itu dari kamar tidur sampai di muka pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia sudah gila. Akan tetapi, biarlah kucoba untuk membuat hari-hari terakhir kami menjadi indah untuk memenuhi permintaannya kepadaku demi meluluskan perceraian kami.
Aku menceritakan kepada Jane (wanita simpananku) tentang syarat-syarat yang ditawarkan oleh istriku. Jane tertawa terbahak-bahak mendengarnya dan berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang aneh dan tak bermakna. Terserah saja apa yang menjadi tuntutannya tapi yang pasti dia akan menghadapi perceraian yang telah kita rencanakan, demikian kata Jane.
Kami tak lagi berhubungan badan layaknya suami-istri selama waktu-waktu itu. Sehingga sewaktu aku menggendongnya keluar menuju pintu rumah kami pada hari pertama, kami tidak merasakan apa-apa. Putra kami melihatnya dan bertepuk tangan dibelakang kami, sambil berkata, wow…papa sedang menggendong mama. Kata-kata putra kami sungguh membuat luka di hatiku.
Dari tempat tidur sampai di pintu depan aku menggendong dan membawanya sambil tangannya memeluk eratku. Dia menutup mata sambil berkata pelan; “Jangan beritahukan perceraian ini kepada putra kita.” Aku menurunkannya di depan pintu. Dia lalu pergi ke depan rumah untuk menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerjanya. Sedangkan aku mengendarai mobil sendirian ke kantorku.
Pada hari kedua, kami berdua melakukannya dengan lebih mudah. Dia merapat melekat erat di dadaku. Aku dapat mencium dan merasakan keharuman tubuh dan pakaianya. Aku menyadari bahwa aku tidak memperhatikan wanita ini dengan saksama untuk waktu yang sudah agak lama. Aku menyadari bahwa dia tidak muda lagi seperti dulu. Ada bintik-bintik kecil di raut wajahnya, rambutnya mulai beruban! Perkawinan kami telah membuatnya seperti itu. Untuk beberapa menit aku mencoba merenung tentang apa yang telah kuperbuat kepadanya selama perkawinan kami.
Pada hari yang ke empat, ketika aku menggendongnya, aku merasa sebuah perasaan kedekatan/keintiman yang mulai kembali merebak di relung hatiku yang paling dalam. Inilah wanita yang telah memberi dan mengorbankan 10 tahun kehidupannya untukku. Pada hari keenam dan ketujuh, aku mulai menyadari bahwa kedekatan kami sebagai suami-istri mulai tumbuh kembali di hatiku. Aku tidak mau mengatakan perasaan seperti ini kepada Jane (wanita yang akan kunikahi setelah perceraian kami). Aku pikir ini akan lebih baik karena aku hanya ingin memenuhi syarat yang dia minta agar nantinya aku bisa menikah dengan wanita yang sekarang aku cintai, si Jane.

Aku memperhatikan ketika suatu pagi dia sedang memilih pakaian yang hendak dia kenakan. Dia mencoba beberapa darinya tapi tidak menemukan satu pun yang cocok untuk tubuhnya. Dia lalu sedikit mengeluh, semua pakaianku terasa terlalu besar untuk tubuhku sekarang. Aku kemudian menyadari bahwa dia semakin kurus, dan inilah alasannya mengapa aku dapat dengan mudah menggendongnya pada hari-hari itu.

Tiba-tiba kenyataan itu sangat menusuk dalam di hati dan perasaanku…Dia telah memendam banyak luka dan kepahitan hidup di hatinya. Aku lalu mengulurkan tanganku dan menyentuh kepalanya.

Tiba-tiba putra kami muncul pada saat it dan berkata, “Papa, sekarang waktunya untuk menggendong dan membawa mama.” Baginya, menggendong dan membawa ibunya keluar menjadi sesuatu yang penting dalam hidupnya. Istriku mendekati putra kami dan memeluk erat tubuhnya penuh keharuan. Aku memalingkan wajahku ke arah yang berlawanan karena takut situasi istri dan putraku akan mempengaruhi dan mengubah keputusanku untuk bercerai pada saat-saat akhir memenuhi syarat-syaratnya. Aku lalu mengangkatnya dengan kedua tanganku, berjalan dari kamar tidur kami, melalui ruang santai sampai ke pintu depan. Tangannya melingkar erat di leherku dengan lembut dan sangat romantis layaknya suami-istri yang hidupnya penuh kedamaian dan harmonis satu dengan yang lain. Aku pun memeluk erat tubuhnya; dan ini seperti moment hari pernikahan kami 10 tahun yang lalu.

Akan tetapi tubuhnya yang sekarang ringan membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya dengan kedua lenganku aku merasa sangat berat untuk menggerakkan walaupun cuma selangkah ke depan. Putra kami telah pergi ke sekolah. Aku memeluk eratnya sambil berkata, aku tidak pernah memperhatikan selama ini bahwa hidup perkawinan kita telah kehilangan keintiman/keakraban satu dengan yang lain. Aku mengendarai sendiri kendaraan ke kantorku….melompat keluar dari mobilku tanpa mengunci pintunya. Aku sangat takut jangan sampai ada sesuatu yang membuatku mengubah pikiranku. Aku naik ke lantai atas. Jane membuka pintu dan aku berkata kepadanya, Maaf, Jane, Aku tidak ingin menceraikan istriku.

Jane memandangku penuh tanda tanya bercampur keheranan, dan kemudian menyentuh dahiku dengan jarinya. Apakah badanmu panas? Dia berkata. Aku mengelak dan mengeluarkan tangannya dari dahiku. Maaf, Jane, aku tidak akan bercerai. Hidup perkawinanku terasa membosankan karena dia dan aku tidak memakna secara detail setiap moment kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai satu sama lain. Sekarang aku menyadari bahwa sejak aku menggendong dan membawanya setiap pagi, dan terutama kembali mengingat kenangan hari pernikahan kami aku memutuskan untuk tetap akan menggendongnya sampai hari kematian kami tak terpisahkan satu dari yang lain. Jane sangat kaget mendengar jawabanku. Dia menamparku dan kemudian membanting pintu dengan keras dan mulai meraung-raung dalam kesedihan bercampur kemarahan terhadapku. Aku tidak menghiraukannya. Aku menuruni tangga dan mengendarai mobilku pergi menjauhinya. Aku singgah di sebuah tokoh bunga di sepanjang jalan itu, aku memesan bunga untuk istriku. Gadis penjual bunga bertanya apa yang harus kutulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis; “Aku akan menggendongmu setiap pagi sampai kematian menjemput.”

Petang hari ketika aku tiba di rumah, dengan bunga di tanganku, sebuah senyum indah di wajahku, aku berlari kecil menaiki tangga rumahku, hanya untuk bertemu dengan istiriku dan menyerahkan bunga itu sambil merangkulnya untuk memulai sesuatu yang baru dalam perkawinan kami, tapi apa yang kutemukan? Istriku telah meninggal di atas tempat tidur yang telah kami tempati bersama selama 10 tahun pernikahan kami. Istriku telah berjuang melawan kanker ganas yang telah menyerangnya berbulan-bulan tanpa pengetahuanku karena kesibukanku untuk menjalin hubungan asmara dengan Jane. Istriku tahu bahwa dia akan meninggal dalam waktu yang relatif singkat akibat kanker ganas itu, dan ia ingin menyelamatkanku dari apapun pandangan negatif yang mungkin lahir dari putra kami sebagai reaksi atas kebodohanku sebagai seorang suami dan ayah, terutama rencana gila dan bodohku untuk menceraikan wanita yang telah berkorban selama sepuluh tahun mempertahankan pernikahan kami dan demi putra kami…

----sekurang-kurangnnya, di mata putra kami – aku adalah seorang ayah yang penuh kasih dan sayang….demikianlah makna dibalik perjuangan istriku.

Sekecil apapun dari peristiwa atau hal dalam hidup sangat mempengaruhi hubungan kita. Itu bukan tergantung pada uang di bank, mobil atau kekayaan apapun namanya. Semuanya ini bisa menciptakan peluang untuk menggapai kebahagiaan tapi sangat pasti bahwa mereka tidak bisa memberikan kebahagiaan itu dari diri mereka sendiri. Suami-istrilah yang harus saling memberi demi kebahagiaan itu.

Karena itu, selalu dan selamanya jadilah teman bagi pasanganmu dan buatlah hal-hal yang kecil untuknya yang dapat membangun dan memperkuat hubungan dan keakraban di dalam hidup perkawinanmu. Milikilah sebuah perkawinan yang bahagia. Kamu pasti bisa mendapatkannya, kawan!

Jika engkau tidak ingin membagi cerita ini, pasti tidak akan terjadi sesuatu padamu di hari-hari hidupmu.

Akan tetapi, kita engkau mau membagi cerita ini kepada sahabat kenalanmu, maka satu hal yang pasti bahwa Tuhan sedang menggunakanmu untuk menyelamatkan perkawinan orang lain, terutama mereka yang sekarang mengalami masalah dalam pernikahan mereka.

Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat yang menikah maupun
yang berencana untuk menikah,
sumber : http://jerusalembaru.blogspot.com/
readmore »»  

Harapan Tiga Pohon

Harapan Tiga Pohon

Suatu kali peristiwa ada tiga pohon di atas sebuah bukit dalam sebuah hutan. Mereka sedang berbincang -bincang tentang harapan-harapan dan mimpi-mimpi mereka.

Pohon yang pertama berkata, "Suatu hari nanti aku berharap bisa menjadi sebuah kotak tempat penyimpanan harta. Aku bisa dihiasi dengan ukiran-ukiran yg rumit dan setiap orang akan melihat kecantikanku".

Kemudian pohon yang kedua berkata, "Suatu hari nanti aku akan menjadi sebuah kapal yang besar. Aku akan membawa para raja dan ratu mengarungi lautan sampai ke ujung-ujung bumi. Setiap orang akan merasa aman dalamku karena kekuatan dari tubuhku".

Akhirnya pohon yg ketiga berkata, "Aku ingin tumbuh menjadi pohon yang tertinggi dan terkuat di hutan ini. Orang akan memandangku dari atas puncak bukit dan dapat melihat carang-carangku. Kalau orang berpikir tentang surga dan Allah, betapa dekatnya jangkauanku ke sana. Aku akan menjadi pohon yg terbesar di sepanjang waktu dan orang akan mengingat aku senantiasa".

Setelah beberapa tahun berdoa, mimpi mereka menjadi kenyataan, datanglah satu kelompok penebang kayu ke hutan itu. Ketika seorang penebang kayu menghampiri pohon pertama ia berkata, "Tampaknya pohon ini kuat sekali, aku kira ini dapat dijual kepada seorang tukang kayu", dan ia mulai menebang pohon itu. Pohon tersebut bahagia sekali karena ia tahu bahwa si tukang kayu akan menjadikannya sebuah peti penyimpan harta.

Seorang penebang kayu lainnya berkata kepada pohon yang kedua, "Tampaknya pohon ini kuat dan aku dapat menjualnya kepada tukang pembuat kapal". Pohon tersebut bahagia karena ia tahu ia akan menjadi sebuah kapal yg besar.

Ketika seorang penebang kayu menghampiri pohon yg ketiga, pohon tersebut ketakutan karena ia tahu kalau ia sampai ditebang, maka mimpinya tidak akan menjadi kenyataan. Salah seorang penebang kayu berkata, "Aku tidak perlu sesuatu yang spesial dari pohon ini jadi aku bawa saja", dan ditebanglah pohon itu.

Ketika pohon pertama dibawa kepada tukang kayu, ia dijadikan sebuah kotak tempat makanan hewan. Ia diletakkan di sebuah kandang dan dipenuhi dengan jerami. Hal ini bukanlah seperti yang pohon tersebut doakan.

Pohon kedua dipotong-potong dan dijadikan sebuah perahu kecil pemancing ikan. Mimpinya menjadi sebuah kapal yang besar yang dapat membawa para raja berakhir sudah.

Pohon ketiga di potong-potong dalam ukuran yang besar besar dan ditinggalkan begitu saja dalam kegelapan.

Tahun demi tahun berlalu dan pohon-pohon tersebut sudah lupa akan mimpi mereka. Suatu hari ada seorang pria dan wanita datang ke kandang tersebut. Si wanita melahirkan seorang bayi dan meletakkan bayi tersebut dalam kotak makanan hewan (yang dibuat dari pohon pertama) yang dipenuhi jerami. Si pria berharap mendapatkan tempat tidur untuk bayi tersebut tapi palungan itulah yg menjadi tempatnya. Pohon tersebut dapat merasakan betapa penting peristiwa tersebut dan ia telah menyimpan harta yang termulia sepanjang zaman.

Tahun-tahun berikutnya, sekelompok orang berada dalam sebuah perahu pemancing ikan yang terbuat dari pohon yang kedua. Salah seorang dari mereka sedang kelelahan dan akhirnya tertidur. Ketika mereka ada di tengah -tengah laut, gelombang besar melanda mereka dan pohon tersebut tidak menyangka kalau ia cukup kuat untuk menyelamatkan orang-orang yang ada dalam perahu tersebut. Orang-orang tersebut membangunkan orang yang sedang tidur itu, kemudian ia berdiri sambil berkata "Diam, tenanglah !", dan gelombang tersebut berhenti. Kali ini pohon tersebut menyadari bahwa ia telah membawa raja di atas segala raja dalam perahunya.

Akhirnya ada seorang datang mendapatkan pohon yang ketiga. Pohon tersebut diseret sepanjang jalan dan banyak yang mengejek orang yang sedang memikul kayu tersebut. Ketika mereka sampai pada suatu tempat, orang tersebut dipakukan pada kayu tersebut dan diangkat tinggi sampai mati di atas sebuah puncak bukit. Ketika hari Minggu tiba, pohon tersebut menyadari bahwa ia cukup kuat untuk tegak berdiri diatas puncak dan berada sedekat mungkin dengan Allah karena Yesus telah disalibkan pada kayu pohon tersebut.

sumber: http://www.pondokrenungan.com
readmore »»  

Rabu, 29 Agustus 2012

Bubuk Kopi

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?” “Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.

Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?” Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.
Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak.

Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.
Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. “Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?”

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

Sumber : http://www.kumpulankotbah.com/general-articles/bubuk-kopi.html

readmore »»  

Sabtu, 31 Maret 2012

Renungan JUMAT AGUNG


KEMATIAN KRISTUS MEMBUKA JALAN YANG BARU
Yes. 53:1-12; Mzm. 22:1-12; Ibr. 10:16-23; Yoh. 19:17-30

Peristiwa kematian yang dialami oleh umat manusia sebenarnya sesuatu yang sangat alamiah. Sejak awal kehidupan dan peradabannya, umat manusia telah mengenal peristiwa kematian sebagai bagian yang sangat integral dari kehidupan ini. Kita semua telah mengalami kelahiran, proses pertumbuhan dan perjuangan, lalu kita satu demi satu akan mengakhiri kehidupan ini dengan peristiwa kematian. Karena itu semua tokoh sejarah tanpa terkecuali telah mengalami peristiwa kematian, baik penakluk dunia yang monumental seperti raja Nebukadnezar dari Babel, Aleksander Agung dari Yunani; maupun para tokoh ternama dunia seperti Albert Eistein, Michel Faraday, James Watt, Thomas Alfa Edision, Charles Dickens, dan sebagainya. Jadi mengapa kita harus selalu merayakan kematian Yesus Kristus dari Nazaret? Bukankah dari sudut tertentu, Yesus Kristus dari Nazaret juga sebagai tokoh sejarah? Bukankah kematian Yesus tidak berbeda jauh dengan kematian umat manusia lainnya? Sesungguhnya jutaan manusia juga pernah mengalami kematian yang tragis dengan cara yang sangat menyedihkan sebagaimana yang pernah dialami oleh Yesus Kristus dengan cara wafat di atas kayu salib. Dalam perang dunia II, sebanyak 6 juta lebih orang Yahudi mati dieksekusi oleh Hitler. Di Indonesia dalam berbagai kerusuhan politik, sekian ribu orang dari rakyat telah menjadi korban dalam peristiwa 30 September 1965; dan juga ribuan orang mati secara mengenaskan dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998. Mengapa kita tidak merayakan secara khusus untuk memperingati kematian dari para korban yang umumnya para rakyat yang tidak bersalah? Jadi cara kematian Yesus Kristus di atas kayu salib sebenarnya merupakan salah satu bentuk kematian yang tragis dan menyedihkan dari kehidupan ini.

Walau cara kematian Yesus Kristus merupakan salah satu kematian yang tragis dan menyedihkan, tetapi makna dan pengaruh kematianNya tidaklah sama dengan kematian semua umat manusia dari abad ke abad. Peristiwa kematian Kristus sangatlah unik, mengandung misteri yang tidak terpecahkan, dan membawa pengaruh serta transformasi yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia sepanjang abad. Makna kematian Kristus tidak sama dengan kematian para tokoh sejarah, para nabi, rasul-rasul atau orang-orang ternama kaliber dunia manapun. Sebab kematian Kristus di atas kayu salib dua ribu tahun yang lalu telah membawa suatu perubahan yang radikal terhadap makna, nilai-nilai, filosofi, teologi, agama dan arah perjalanan sejarah umat manusia. Surat Ibrani berkata: “Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri” (Ibr. 10:19). Makna pengertian “oleh darah Yesus” menurut iman Kristen begitu sangat penting dan menentukan hakikat keselamatan umat manusia. Sebab tanpa melalui “darah Yesus” yaitu kematian Kristus di atas kayu salib, kita semua selaku umat manusia tidak mungkin dapat masuk ke dalam tempat kudus yaitu takhta Allah. Tanpa melalui “pencurahan darah Yesus”, kita semua akan tetap hidup di bawah kuasa dosa dan murka Allah. Tepatnya tanpa melalui kematian Kristus, semua umat manusia tidak dapat memperoleh keselamatan dan hidup kekal di hadapan Allah. Mungkin tanpa kematian Kristus tetap umat manusia tetap dapat beragama, memiliki keyakinan yang sistematis, berbagai ritualitas yang indah dan pengajaran yang berhikmat. Tetapi tanpa darah Kristus, dengan usaha dan berbagai jasa perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia, sesungguhnya kita tidak dapat berkenan di hati Allah, atau kita tidak mungkin benar di hadirat takhta Allah. Bukankah di hadapan Allah segala kebajikan, perbuatan baik dan kesalehan kita seperti kain yang usang? Apakah yang dapat kita banggakan dengan berbagai perbuatan baik, hikmat, pengertian atau amal-ibadah kita? Dengan demikian alasan teologis dari surat Ibrani sangatlah jelas, yaitu melalui kematian dan korban darahNya, Kristus telah ditentukan oleh Allah untuk membuka jalan yang baru dan yang hidup. Jadi kematian Kristus telah membuka jalan yang baru dan yang hidup, sehingga kita berani masuk ke tempat maha-kudus (having boldness to enter the Holiest by the blood of Jesus by a new and living way).

Teologia penebusan dosa dengan pencurahan darah telah dipraktekkan dalam kehidupan iman umat Israel sejak awal. Setiap umat yang berdosa untuk pengampunan dosanya wajiblah dia membawa korban penghapus dosa (asyam) atau korban penebus salah (hattath). Misalnya untuk korban penebus salah (hattath) dapat kita lihat di Im. 7:1-2, yaitu: “Inilah hukum tentang kurban penebus salah. Korban itu ialah persembahan maha kudus. Di tempat orang menyembelih korban bakaran, di situlah harus disembelih korban penebus salah, dan darahnya haruslah disiramkan pada mezbah itu di sekelilingnya”. Fungsi penumpahan darah hewan korban yang disembelih dalam konteks ini dihayati sebagai suatu peristiwa pendamaian antara Allah dengan umatNya. Sebab pengertian dosa dalam teologia umat Israel dan umat Kristen bukan sekedar suatu pelanggaran manusia terhadap hukum atau ketentuan Allah belaka; tetapi makna dosa dihayati sebagai suatu perlawanan atau pemberontakan yang eksistensial terhadap diri Allah sendiri. Itu sebabnya hukuman atas dosa oleh Allah seharusnya berupa kematian. Perbuatan dosa tidak dapat dibayar dengan sekedar perbuatan baik, pahala atau amal-ibadah seseorang. Pendamaian atas perbuatan dosa hanya dapat dibayar dengan penumpahan darah. Ibr. 9:22 berkata: “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa pengampunan darah tidak ada pengampunan”. Dalam hal ini hewan korban yang disembelih berfungsi sebagai “pengganti” (penebus) dosa atas umat atau orang yang berdosa, sehingga hewan korban untuk penghapus dosa (asyam) dan korban penebus salah (hattath) haruslah hewan yang tanpa cela. Walaupun ketentuan dan syarat hewan korban haruslah serba sempurna, namun bagaimana mungkin seekor atau ribuan hewan korban dan pencurahan darahnya di atas mezbah dapat “mengganti” (menebus) dosa seseorang? Jawabnya adalah: tidaklah mungkin! Atas kesadaran demikian diperlukan penebus dosa yang benar-benar sempurna, tak bercacat, yang kudus dan berkenan di hadirat Allah. Penebus dosa itu tidak ada yang dapat melakukannya, kecuali diri Kristus. Dalam kematianNya di atas kayu salib, Kristus telah ditentukan oleh Allah menjadi korban penebus dosa (asyam) dan juga menjadi korban penebus salah (hattath) bagi seluruh umat manusia. Surat Ibrani berkata: “betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”. Jadi jelaslah alasan mengapa pencurahan darah Kristus mutlak diperlukan, karena hanya dengan darah Kristus sajalah yang memungkinkan umat yang percaya dapat masuk ke hadirat Allah dan berkenan kepadaNya. Darah Kristus yang ditumpahkan di atas kayu salib tersebut ditentukan oleh Allah, sehingga darah Kristus tersebut menjadi sangat efektif dan sempurna untuk membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kehidupan seluruh umat manusia. Sehingga melalui darah salib Kristus, kita telah diperdamaikan dengan Allah.

Pada waktu Kristus tergantung dalam sekarat maut di atas kayu salib, Dia tetap menunjukkan perhatianNya yang sangat besar terhadap Maria ibuNya. Dia menitipkan ibuNya kepada murid yang dikasihi, yaitu rasul Yohanes (Yoh. 19:26-27). Sekarat maut yang dialami oleh Kristus, tetap tidak membuat Dia lupa akan kewajiban dan tanggungjawabNya sebagai seorang anak yang setia dan mengasihi ibuNya. Menjelang kematianNya, Kristus tidak pernah berfokus kepada kepentingan diriNya sendiri. Saat Tuhan Yesus disalibkan, Dia tidak pernah mengucapkan kata-kata yang kasar, ungkapan-ungkapan kemarahan, kebencian dan kutukan sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang disalib pada zaman itu. Sebaliknya perkataan-perkataan Kristus senantiasa penuh dengan pengampunan, ucapan berkat dan penghiburan kepada orang-orang yang berada di dekat salibNya. Dalam hal ini Kristus telah membuktikan diriNya sebagai korban yang sangat sempurna di hadapan Allah dan manusia. Bahkan saat Dia begitu haus menjelang detik-detik kematianNya, Kristus hanya menerima anggur asam untuk membasahi bibirNya yang kering. Sepanjang hidupNya Kristus sering diperlakukan secara buruk oleh dunia ini, tetapi kasih dan kesetiaanNya tidak pernah berubah atau berkurang sedikitpun. Kasih dan kesetiaanNya senantiasa total dan menyeluruh. Saat Dia akan menghembuskan nafasNya yang terakhir, perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus adalah: “Sudah selesai” (Yoh. 19:30), lalu Dia wafat. Perkataan “sudah selesai” (“It is finished”) yang diucapkan oleh Tuhan Yesus mau menyatakan bahwa seluruh hidupNya telah menjadi korban yang sempurna di hadapan Allah. Dia telah berhasil menyelesaikan seluruh karya Allah yang mendamaikan secara sempurna sampai pada akhirnya. Itu sebabnya karya Kristus yang “sudah selesai” di atas kayu salib pada hakikatnya menunjuk kepada tindakan yang bermakna “menyelesaikan” atau “menyempurnakan” (accomplish) secara lengkap. Sehingga kematianNya benar-benar dapat membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi umat manusia.

Makna teologis tentang kematian Kristus yang membuka suatu jalan yang baru dan yang hidup bagi manusia dapat memberikan kepada kita suatu perspektif iman yang “transformatif” saat kita menghadapi secara nyata kuasa maut berupa penderitaan, kepedihan, kegagalan dan kematian. Betapa sering kita terjebak dalam perasaan putus-asa dan kehilangan gairah hidup pada saat kita mengalami berbagai kesedihan, kegagalan, penderitaan dan kematian dari orang-orang yang kita kasihi. Pada saat yang demikian, kita merasa tidak sanggup lagi menjalani pergumulan kehidupan ini. Kita juga merasa tidak sanggup lagi melakukan apa yang baik seperti: berbagai ketentuan atau kewajiban agama, tanggungjawab untuk beribadah, berdoa dan melayani. Saat itu hidup kita seperti terkurung dalam api neraka, yang begitu menyiksa dan menyakitkan. Tetapi pada saat kita berada dalam bayang-bayang maut dan kekelaman “kematian”, tiba-tiba kita dapat mendengar ucapan Tuhan Yesus saat Dia akan menghembuskan nafasNya: “Sudah selesai!” Apa yang terjadi dalam diri kita selanjutnya? Bukankah pada saat itu kita merasakan atau mengalami seluruh beban yang begitu berat dan menindih kita tiba-tiba dapat terangkat lepas? Ucapan Kristus yang berkata: “Sudah selesai” memberikan kepada kita suatu kekuatan yang luar biasa, sehingga kita dapat menemukan suatu jalan yang baru dan jalan yang hidup di tengah-tengah berbagai persoalan hidup yang menerpa kita. Pengalaman transformatif ini mengingatkan saya akan karya dari John Bunyan (1628-1688) yang menulis suatu buku berjudul “The Pilgrim’s Progress from This World to That Which Is to Come”. Buku tersebut sangat populer dan diterbitkan pada tahun 1678 (kelak diterjemahkan dengan judul: “Perjalanan Seorang Musafir”). Dalam buku John Bunyan tersebut, dikisahkan bagaimana seorang tokoh bernama Kristen, tiba-tiba punggungnya dari hari ke hari makin membesar setelah dia membaca Alkitab. Makin didalami isi Alkitabnya, si Kristen merasakan punggungnya makin menanggung beban yang sangat berat. Akhirnya dia memutuskan melakukan perjalanan sebagai seorang musafir untuk mengetahui kebenaran firman Tuhan.Dalam pengembaraannya tokoh si Kristen menemui berbagai karakter manusia; akhirnya sampailah si Kristen itu di depan kayu salib Kristus. Saat dia berlutut di bawah kaki salib Kristus, maka seluruh beban di atas punggungnya dapat terlepas. Jelas sifat tulisan dari John Bunyan bersifat alegoris untuk menggambarkan beban dosa yang harus ditanggung oleh manusia. Beban dosa tersebut tidak dapat terlepas kecuali kita menghadap salib Kristus. Bukankah gambaran dari tokoh si Kristen dan orang-orang yang dijumpai dalam pengembaraannya dalam buku John Bunyan tersebut menggambarkan kehidupan kita sehari-hari? Beban pergumulan dan dosa atau kesalahan kita hanya dapat terangkat lepas saat Kristus meneguhkan kita, bahwa kuasa maut pada hakikatnya telah dipatahkan karena Dia telah menyelesaikan karya pendamaian di atas kayu salib dengan sempurna.

Selama kita terus-menerus mencoba untuk memperoleh keselamatan dengan mengandalkan amal-ibadah, pahala dan perbuatan baik kita; maka kita akan selalu tergoda untuk berfokus kepada diri sendiri. Fokus kepada diri sendiri tersebut akan membuat mata hati kita tertutup kepada karya keselamatan dan anugerah yang telah disediakan oleh Allah. Itu sebabnya kita akan sangat giat melakukan berbagai perbuatan baik atau pahala demi kepentingan atau keselamatan diri sendiri; tetapi perbuatan baik tersebut bukanlah ditujukan untuk kemuliaan nama Allah. Dalam pemikiran “teologis” tersebut seolah-olah dalam kehidupan ini kita dapat mengendalikan keselamatan dan hidup kekal menurut kehendak dan kemauan kita sendiri. Kita lupa bahwa kita adalah umat yang telah berdosa dan telah jatuh di bawah kuasa dosa. Sehingga tidak seorangpun di antara kita dapat mengusahakan keselamatan dengan usaha atau perbuatan kita sendiri. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita senantiasa tergoda untuk menyelesaikan segala persoalan, kegagalan, dan dosa-dosa yang telah membelenggu kita dengan usaha dan kekuatan kita sendiri. Dalam hal ini kita seperti seekor kera yang terjatuh dalam kubangan lumpur maut. Makin dia berusaha naik ke atas, maka kera tersebut makin tersedot ke dalam lumpur. Demikian pula dengan diri kita. Karena kita terus berusaha naik ke atas dengan kekuatan diri sendiri, maka akhirnya tubuh kita makin terbenam dan terus tersedot dalam lumpur maut tersebut sehingga kita mengalami kematian. Jadi betapa berartinya makna “oleh darah Yesus” bagi kehidupan umat manusia yang secara eksistensial telah terjatuh dalam kubangan lumpur maut yaitu kuasa dosa. Sebab melalui korban Kristus, pada hakikatnya Allah telah menyediakan diriNya menjadi korban untuk meneguhkan, mengangkat dan menyelamatkan kita dari kubangan lumpur dosa, yaitu kematian.

Selain itu makna kematian Kristus membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita tidak pernah membuat diri kita hidup secara eksklusif. Karya Kristus yang mendamaikan tidak pernah mendorong kita untuk menjadi pribadi yang “cinta diri” dengan menutup relasi yang hangat dengan sesama. Sebaliknya karya Kristus yang mendamaikan dengan membuka jalan yang baru dan yang hidup senantiasa mendorong kita untuk menghayati makna dan tujuan hidup kita yang baru dalam persekutuan jemaat. Ibr. 10:25 berkata: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”. Artinya “jalan yang baru dan yang hidup” dari karya pendamaian salib Kristus hanya dapat kita temukan ketika kita sungguh-sungguh mau menghayati dan mempraktekkan persekutuan di tengah-tengah kehidupan jemaat. Kita tidak mungkin dapat menemukan karya Kristus yang mendamaikan ketika kita sengaja menjauh dari persekutuan jemaat, seperti kebaktian setiap hari Minggu dan berbagai kegiatan pelayanan gerejawi. Karya Kristus yang mendamaikan di atas kayu salib bukan hanya mendamaikan diri kita dengan Allah, tetapi juga mendamaikan diri kita dengan setiap sesama kita; bahkan juga karya Kristus tersebut mendamaikan diri kita dengan diri sendiri sehingga kita dimampukan untuk menerima keberadaan orang lain. Tujuannya agar jalan yang baru dan yang hidup dari Kristus tersebut dapat kita nyatakan dan hadirkan dalam lingkup yang lebih luas, yaitu persekutuan demi persekutuan. Sehingga dalam setiap komunitas di mana kita hadir, senantiasa akan terjadi karya keselamatan Allah yang mendamaikan. Tugas ini tidak dapat kita elakkan karena sesungguhnya Kristus telah memanggil dan menetapkan kita untuk menjadi para hambaNya; yaitu kita dipanggil untuk mengkomunikasikan jalan yang baru dan yang hidup dalam karyaNya kepada dunia di sekitar kita. Jika demikian, bagaimana respon saudara? Maukah saudara menjadi alat dari Kristus untuk membuka jalan yang baru dan yang hidup di mana kita berada agar keselamatan Allah dapat terwujud? Amin.


Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
http://www.yohanesbm.com
readmore »»  

PASKAH

Renungan Paskah
1Kor 15:14-19
Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu

Mengapa rasul Paulus menyatakan kalimat di atas? Bukankah momentum karya Kristus yang menebus dosa kita itu bukan pada saat kebangkitanNya, tetapi pada saat Tuhan Yesus di salib?

Memang benar Kristus menebus kita pada saat di kayu salib, tetapi karya Kristus itu genap dan utuh. Misi Tuhan Yesus pada saat di dunia bukan hanya pada saat Tuhan Yesus di atas kayu salib (sebagai puncaknya), tetapi sejak Dia lahir di dunia, menjelma menjadi manusia dan sampai ia terangkat kembali ke sorga. Kalau mau lebih lengkap lagi, misi Tuhan Yesus sudah dimulai sejak penciptaan sampai akhir zaman. Karena kita perlu melihat rencana Allah itu bukan hanya pada saat Tuhan Yesus ada di dunia, tetapi secara utuh dari alfa sampai omega. Sampai sekarangpun misi Tuhan Yesus tetap berjalan, yaitu mempertobatkan orang-prang pilihanNya serta memeliharanya sampai akhir zaman.

Paulus menyebutkan kalimat di atas, karena bila Tuhan Yesus tidak dibangkitkan, maka semua yang pernah dikatakan, dinubuatkan, dijanjikan Tuhan Yesus itu tidak benar. Bahkan Dia bisa dianggap sebagai penipu, karena hasilnya tidak terbukti sesuai dengan apa yang pernah dikatakan.

Kebangkitan Kristus membuktikan, mengkonfirmasikan, bahwa semua yang dikatakan Kristus adalah benar benar BENAR. Dan hal itu juga membuktikan, bahwa semua janjiNya juga benar, termasuk karyaNya di kayu salib untuk menebus segala dosa-dosa kita.

Jelas jelas kebangkitan Kristus membuat hidup kita tidak sia-sia, mengapa? Ya karena kita tidak jadi binasa. Kalau akhirnya hidup kita binasa, buat apa semua yang kita lakukan saat ini? Bukankah sia-sia saja? Tuhan Yesus juga pernah berkata, apa gunanya seandainya kita memperoleh seluruh dunia ini, lalu kita kehilangan nyawa kita, bukankah itu kesia-siaan belaka? (Mat 16:26)

Namun hidup tidak sia-sia bukan hanya sekedar tidak binasa, bukan hanya sekedar selamat dan masuk sorga, tetapi menjalani hidup dengan melakukan hal-hal yang sesuai dengan kehendak dan rencana Pencipta kita. Kristus telah mencurahkan darahNya untuk menebus kita, berarti hidup kita bukan milik kita lagi, tetapi telah menjadi milikNya, maka sepatutnyalah kalau hidup-mati kita memang hanya untuk Dia dan demi Dia (1Kor 6:19-20, Rom 14:7-9).

Melalui Paskah, mari kita memperingatinya dengan suatu langkah komitmen yang jelas, untuk memuliakan namaNya (1Kor 10:31, Kol 3:23). Tuhan memberkati kita semua. Amin.

sumber : Pdt. Andi Halim.http://www.grii-ngagel.org



readmore »»  

Rabu, 28 Maret 2012

Komunitas HKI

readmore »»  

Senin, 26 Maret 2012

BUKAN AKHIR DARI SEGALANYA

Lukas 8:22-25 Penderitaan sering kali menjadi alasan untuk orang putus asa. Penderitaan baik phisik (tubuh) atau psikhis (mental, jiwa) adalah alasan utama yang membuat seseorang menyerah. Dalam keputusasaan itu, beberapa mengambil jalan pintas. Dunia ini semakin tak karuan ketika angka bunuh diri semakin tinggi. Alasan bunuh diri selalu berkisar pada penderitaan yang menurut pelaku sudah tak terperi. Belum lama ini kita mendengar berita bahwa seorang pejabat tinggi dalam pemerintahan Jepang ditemukan tewas menggenaskan tergantung di kamarnya. <!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
Saudara, kalau kita membaca ayat ini kita akan dapat menarik makna rohaninya. Yesus dan murid-murid memasuki perahu. Dan Yesus berkata: “Mari kita bertolak keseberang danau.” Hidup yang kita jalani sekarang ibarat kita sedang ada dalam perahu dan bertolak untuk sampai di seberang. Kristianitas adalah menyangkal diri dan memikul salib: “Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Matius 16:24). Menjadi umat Kristiani adalah merupakan perjalanan wajib penuh ujian agar tiba sampai di seberang. Jadi tidak benar jika kita menjadi orang percaya dan hidup akan selalu baik-baik. Ajaran yang mengatakan kalau kita menjadi Kristiani akan selalu hidup sejahtera dan kaya raya bukan ajaran Injil. Namun satu yang kita perlu ingat bahwa kita tidak sendiri dalam perahu itu. Ada Kristus yang selalu menyertai kita melewati pergumulan untuk sampai keseberang.“Lalu kata-Nya kepada mereka: "Di manakah kepercayaanmu?" Maka takutlah mereka dan heran, lalu berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga Ia memberi perintah kepada angin dan air dan mereka taat kepada-Nya?” (25)

Belakangan diketahui mentri ini bunuh diri karena terlibat dalam skandal dana politik dan manipulasi kontrak bisnis. (Kompas, Selasa, 29 Mei 2007, hal. 11)

Dalam kitab Injil kita akan belajar satu hal bahwa penderitaan atau kesukaran bukanlah akhir dari segalanya. Kesukaran bukan alasan bagi kita untuk berputus asa apalagi bunuh diri. Penderitaan tidak harus membuat kita menerah dan kalah.
1. “Pada suatu hari Yesus naik ke dalam perahu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan Ia berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang danau." Lalu bertolaklah mereka.” (22)

2. Dan ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam bahaya.” (23)

Saudara, ada saat di mana perahu hidup kita ini di guncang oleh angin topan yang keras. Dan kisah ini mengatakan bahwa Yesus tidur. Sepertinya Yesus tidak peduli dan membiarkan para rasul berjuang sendirian menghadapi angin topan dan gelombang air yang bahkan sudah mulai masuk ke dalam perahu. Namun saudara, makna dari Yesus tertidur lebih kepada Yesus mengajar kita untuk belajar menghadapi ujian. Karena dengan jelas sekali Alkitab mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah tidur: “Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel.” (Mazmur 121:4). Allah ingin kita bertambah dewasa dan jalan satu-satunya kita harus melewati ujian kehidupan. Dan ujian kehidupan itu selalu bernama penderitaan atau kesukaran. Kadang-kadang bahkan kita mendapati bahwa air sudah mulai memasuki perahu kehidupan kita. dalam hidup ini kita sering kali merasa seperti telur di ujung tanduk. Kita berada dalam masa yang kritis dan seolah tiada lagi harapan. Dan sungguh benar, kadang-kadang kita merasa dibiarkan. Kadang benar-benar kita merasa bahwa Allah telah tertidur dan membiarkan perahu hidup kita dipenuhi dengan air permasalahan.

“Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Guru, Guru, kita binasa!" Ia pun bangun, lalu menghardik angin dan air yang mengamuk itu. Dan angin dan air itu pun reda dan danau itu menjadi teduh.” (24)

saudara, bahkan tindakan paling bodoh bila kita tujukan kepada Kristus pasti akan mendapatkan jawaban. Doa mungkin yang paling sering kita lakukan dalam ibadah kristiani, namun seringkali kita terjebak dalam bahasa doa yang agamawi dan mati. Doa adalah bahasa iman yang ditujukan dari hati kepada Allah. Dan doa lahir dari kebutuhan kita akan pertolongan Tuhan. Jadi mengapa kita tidak “membangunkan” Yesus dengan doa kita setiap saat. Hal yang paling bijaksana ketika kita berada dalam perahu yang hampir tenggelam adalah pergi keburitan dan membangunkan Yesus lewat doa kita.

Iman adalah urat nadi rohani kita. bila kita tidak lagi memiliki iman, sesungguhnya rohani kita sudah mati. Jadi jagalah iman dengan cara mempraktekkan iman kita. Yesus bertanya hari ini kepada kita yang sedang berada dalam perahu hidup yang di terpa topan dan gelombang deras: “Dimanakah imanmu?” Imanlah yang dapat membuat kita melewati topan dan gelombang besar. Iman juga yang dapat mengantarkan perahu kehidupan kita tiba di seberang. Jadi marilah kita berdoa agar Tuhan juga mengaruniakan kepada kita iman yang besar untuk dapat menaklukkan gelombang yang besar pula: “Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!" (Lukas 17:5). Jadi, kita tahu sekarang bahwa Allah selalu beserta kita dalam perahu itu. Tidak peduli sebesar apa gelombang yang sedang menerpa. Tidak peduli sebanyak apa air yang sudah masuk dalam perahu hidup kita. Sekali kita berdoa dan menggunakan iman, maka Kristus akan bangkit dan meneduhkan gelombang itu. Amen.
readmore »»